Duaribulimabelas sadis ah, dari awal udah nggak kasih nafas.
Balada orang HR, sibuk gilak ngitungin bonus orang banyak. Meskipun untuk gw, ini selalu jadi pengingat untuk nggak lepas bersyukur dan mensyukuri apapun bentuk rejeki yang kita terima. Udah kebal banget lihat angka angka dengan sekian digit yang berkali-kali lipat dari gaji gw, dan udah nggak sirik. *hore*
Dan untuk para karyawan yang membaca, ini sedikit insight seputar bonus.
Setelah hampir 8 tahun berkutat dengan dunia HR – dimana sebagian besar waktu gw dihabiskan di bagian rewards – gw menemukan masih banyak karyawan yang nggak paham (atau nggak mau paham) soal filosofi bonus.
Bonus, secara kasar artinya tambahan. Artinya, bukan bagian dari kewajiban dasar. Artinya, boleh dikasih, boleh juga nggak. Umumnya, bonus diberikan kalau perusahaan mencapai keuntungan yang lumayan baik, dan setelah dikurangi aneka biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan bisnisnya, masih ada sisa lalu dibagikan ke karyawan. Pemahaman gw, dalam bahasa gampang, dasarnya begitu.
Kalau dari sisi pengelolaan SDM, pembagiannya pun bisa jadi diatur lebih detail. Bonus bisa dianggap sebagai bentuk apresiasi perusahaan kepada karyawan yang sudah bekerja keras sehingga target perusahaan tercapai. Oleh karena itu kalau mau adil, seharusnya proporsi bonus lebih besar diberikan kepada karyawan-karyawan yang memang punya kontribusi lebih signifikan dibandingkan yang tidak. Artinya kalau si A kerjanya lebih bagus daripada si B, harusnya bonus A lebih besar dong. Ya kan? Pun, bonus ketika kinerja perusahaan sedang baik pasti akan lebih besar dibanding ketika kinerja perusahaan sedang nggak optimal.
Masalahnya, banyak karyawan yang merasa bonus itu kewajiban perusahaan. zzzz….. Jadilah banyak orang suka teriak-teriak bilang bonusnya sedikit.
Contoh kasus, ada karyawan yang sebelumnya bekerja di salah satu perusahaan top 5 di industrinya, lalu pindah ke perusahaan gw yang bisa dibilang masih new player. Tingkat profitnya jelas beda dong ya, antara perusahaan yang sudah settle dengan yang masih membangun diri. Tapi si karyawan ini ngomel-ngomel karena menurut dia bonusnya terlalu kecil dan membandingkan dengan bonus dia di perusahaan lama. Hey, man, you should have thought of that before you moved here.
Gw personally paling bencik sama orang yang banyak nuntut, tanpa melihat konteks, tanpa berhitung keseimbangan antara hak dan kewajibannya.
Sekian ngomel-ngomel hari ini, kalau ada yang masih merasa bonusnya sedikit, sesekali bersyukurlah masih dapet bonus. *tutuplaptop*
8 replies on “Seputar Bonus”
Kalo udah akhir bulan paling sibuk ya
Untungnya sih karena aku hanya bertanggung jawab atas perhitungan jadi aku sibuk cuma setahun dua kali, pas bayar bonus dan pas penyesuaian gaji/promosi. Yang sibuk akhir bulan temen-temenku yang bertugas membayarkan gajinya hehehe…
Sama … saya juga benci dg orang yg selalu mempeributkan duit mulu :D, yah namanya jg karyawan, harus terima dg apapun kebutuhan perusahaan. kalo mau punya uang yg banyak ya jd pengusaha. jd panjang gini yah ceritanya 🙂 *maklum, secara sama2 orang HR :D.
Tossss Mbak Evi, pusing denger tuntutan yang nggak ada habisnya hahaha
hihihi … tosss balik 😀
OHMAYGATTTTTTTTTTTTTTTTT.. YOU TOTALLY SPEAK MY LINGO, GIRL!
Gue juga sering banget menahan untuk gak ngomong kalimat terakhir. hihihihi.. jadi HR itu sekalian berobat jalan krn judes sih.
Iya Smit suka KZL pake banget kalau ada orang-orang yang nggak ngerti bersyukur gitu. Persis kayak komen Mbak Evi di atas, kalau mau banyak uang jangan jadi pegawai, bikin usaha sendiri sana biar lo ngerti susahnya kelola dana operasional *cih*
syukur masih dapet bonus… daripada pengangguran…. kayak saya (T_T)