Beberapa tahun lalu saya pernah menulis ini…
Dan akhir minggu kemarin, saya kembali diingatkan betapa berharganya kesederhanaan interaksi tanpa pretensi.
Road trips, buat saya, selalu menjanjikan. Mungkin karena selama perjalanan kita terputus dari dunia luar, “terperangkap” dalam sebuah kotak kecil beroda. Mungkin karena dalam keterperangkapan itu, yang bisa dilakukan untuk membunuh waktu hanyalah mendengarkan musik dan/atau mengakrabi teman seperjalanan. Apapun itu, saya selalu bersemangat menyambut setiap road trip.
Nah tapi kembali ke masalah ‘keterperangkapan’ dengan teman seperjalanan, maka sebuah road trip hanya akan menyenangkan apabila teman seperjalanan kita memang menyenangkan. Minimal : kooperatif, enak diajak ngobrol, selera musik yang sama, minat pit stop yang sama. A road trip is only as good as the people you take on it. And I couldn’t say it better than
this post by one of yesterday’s road trip buddies.
Buat saya highlightnya adalah, ketika tersadarkan bahwa liburan kemarin betul-betul menggambarkan post saya diatas.
Perjalanan diawali bersamaan dengan terbit matahari di sebuah sabtu pagi, dan diakhiri seiring terbenam matahari minggu. Saya berangkat dengan 7 orang teman dan 2 orang ‘temannya teman’, lalu pulang dengan 9 orang teman.
ternyata aku tidak merindu teknologi, remah-remah hidup yang berkedok modernisasi
Selama 2 hari, tidak sekalipun televisi dinyalakan. Hiburan kami sederhana : makan bersama, bernyanyi bersama, tertawa bersama. Ada untungnya juga bahwa dalam rombongan kali ini terdapat 1 mantan MD radio kampus, 2 anak band, dan 2 anggota paduan suara. Dimanapun, kapanpun, setiap lagu familiar mendadak memicu singalong session yang terkadang bahkan dilengkapi dengan bagi suara.
Dan perjalanan ini sukses membuat kami tersenyum semanis Yamin dan tertawa selebar pangsit… Mohon maap kalo ga ngerti, memang SamPingPong dengan salah satu fotografer kami yang senantiasa memberikan aba-aba ajaib. *please pardon the inside jokes*
rupanya cukup kopi dan roti, tertawa sambil menghirup udara pagi
Meskipun tidak ada roti (dalam kasus kali ini boleh lah ya digantikan tahu goreng, kerupuk dan sambal kecap), namun momen terbaik untuk saya adalah melewati pagi dengan super duper long brunch, di teras yang dilengkapi dapur dengan pemandangan asri menghijau, diiringi lagu-lagu default generasi 90an. *maap kalo seperti lebay, tapi memang tempatnya sungguh cantik dan nyaman*
rupanya cuma butuh kalian, teman, cerminan serpih jiwa, untuk ajak aku tersenyum hari ini
Terima kasih teman-teman ๐
4 replies on “#Trip : Bandung Road Trippin’”
hh, baru bacaa. *terharu*
“rupanya cuma butuh kalian, teman
cerminan serpih jiwa
untuk ajak aku tersenyum hari ini”
Amazing gmn sisa2 senyum itu masih bersisa sampe skrg, dan gue yakin masih sampe besok2 lagi. :’)
Ah,bahkan alien2 males travelling macam gue ini pun sirik tersentuh membacanya ๐
Anyway, since some of them are familiar faces for me, just fyi ndied, bahkan dr sejuknya Nisita hampir 8 tahun lalu, gue sudah bisa mencium keikriban kaliyan, hihi.
Wishing you all thousands trip ahead ๐
@iin : Hah gileeee pramabim 2003 udah 8taun yang lalu yak? Uedyan. Ini sebenernya sih roadtrip super dadakan yang sampe saat2 terakhir blm ktauan konfigurasi peserta lengkapnyah. You must try in!
@obi : hehehe seru yaaaaa mari kita ulangi kembali.
Ridiculous quest there. What happened after?
Thanks!