Mengutip tweet salah satu teman saya :
anyone can listen to what you say. best friends listen to what you DON’T say
Salah satu hal yang paling tidak mengenakkan dari beranjak dewasa adalah ketika hidup membawa teman-teman terbaik kita ke berbagai penjuru dunia. Salah satunya, teman terbaik saya, dibawa garis hidupnya ke Amerika sejak tiga tahun lalu. Kami bukan tipe sahabat yang selalu menghabiskan waktu bersama setiap saat. Tapi masing-masing selalu menjadi orang pertama yang dicari ketika ada peristiwa-peristiwa signifikan dalam hidup.
Di masa kuliah, ketika emosi saya masih (sangat) meledak-ledak, teman saya ini yang paling paham bagaimana caranya mendinginkan kepala saya. Di samping kantin padang tongkrongan wajib ada sebuah gang kecil yang jadi jalan pintas menuju Gua Maria dan kampus teknik. Nggak banyak manusia lewat di gang itu, dan biasa dipakai anak-anak psikologi untuk curhat lebih seru dikala kantin padang terlalu hingar-bingar. Di gang itu pula biasanya kepala saya di’kulkas’in… dan entah kenapa suatu ketika kami berdua malah nimpuk-nimpuk tembok pake sepatu sambil ketawa-ketawa SEKALIGUS nangis. Aneh. Tapi nyata. Dan itulah momen-momen milik kami berdua yang nggak akan terlupakan sampai sekarang.
Dan ketika baru-baru ini ada suatu momen yang cukup signifikan terjadi dalam hidup saya, dia jugalah orang pertama yang saya cari. Tapi jarak beribu-ribu kilometer dan perbedaan waktu 11 jam sungguh menyulitkan saya bercerita. Patut dicatat, saya ini jenis manusia yang detil dalam berkisah. Superdetil. Bahkan kalau perlu sampai deskripsi mimik muka, blocking sampai sound effect juga ikut terselip dalam cerita… Apalagi, beberapa peristiwa kecil-kecil yang menjadi build-up untuk peristiwa besar ini belum diketahui oleh si teman. Jadi susah betul bukan, memberikan gambaran lengkap dari situasi yang ada?
AKhirnya saya memendam dalam-dalam kisah itu, hanya berbagi ke beberapa orang yang saya rasa cukup netral dan memahami kondisi saya beberapa saat terakhir.
Lalu tiba-tiba, ketika rasa sudah kian membuncah di dada menolak redam, sebuah notification di facebook :
how r u doin? miss you, gurl… 🙂
…dan semudah itu mengalir kisah saya.
Hari ini saya kembali diingatkan untuk senantiasa bersyukur, atas teman-teman dalam hidup. Yang datang, yang pergi, dan yang tak lekang oleh jarak.
Terima kasih, teman 🙂
4 replies on “Best Friends Listen to What You DON’T Say”
This world consists of millions of people who doesn’t get a chance to cross path with one another. Of course The decision is in the hands of The Creator. But sometimes i think God feels that a person has to meet with the other certain person to add into their world a lil bit more beauty, more sparks, more laughs (and cries), more comfort, more inspirations, more excitements, and more awesome moments that are too precious to miss if they dont encounter with each other in their lives.Â
And…. I’m certain That’s you and me, babe! It’s a pleasure to share my world with you. You are my Fireworks! 🙂 Â
…and I’m ever so grateful I met you 🙂
ya ampun andied, aku juga sedikit banyak merasa hal yang sama. Friends come and go, tapi terpisah jarak, ruang dan waktu itu lah, yang sometimes bikin kita tau, mana yang benar2 best friends, mana yang just friends.
tetap semangat mengejar ribuan mill buat pelukan sahabat sejati yah. Me will do the same, kok. hehe
Ayo semangat Iin… Neurotic people like us truly need friends like them 🙂 just to keep us sane.